Kamis, 02 April 2009

Chordoma

CHORDOMA


Pendahuluan

Chordoma adalah neoplasma yang berkembang dari sisa primitive notochord.

Ada beberapa tempat yang merupakan predileksi dari tumor ini diantaranya: Sacrum ( 50% ), skull base (35%), dan sepanjang axis dari tulang belakang ( 15%).

Frekwensi dari tumor ini antara pria dan wanita 2:1 dan jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun.

Chordoma merupakan tipe tumor yang tumbuhnya lambat tapi bersifat agresif lokal.kebanyakan chordoma di sacral merupakan stadium IB dengan extensi ke anterior dari pelvis.Tumor ini dapat meluas tapi tidak mengenai rectum karena adanya periosteum yang keras dan fascia pre sacral yang menahan perluasan dari tumor ini.pada chordoma dapat terjadi suatu metastase dan hal ini merupakan keadaan yang terlambat.

Dari beberapa penulis dilaporkan bahwa tumor ini mempunyai tingkat rekurensi yang tinggi dan dilakukan tindakan operatif kemudian radioterapi. Pada pasien-pasien chordoma sering menimbulkan keadaan yang makin buruk karena pertumbuhan tumor baik pada fungsi neurologis, luka karena penekanan dan infeksi. Untuk mengurangi resiko tersebut dapat dilakukan dengan lokal kontrol berupa tindakan bedah yang lebih aggressif.


EPIDEMIOLOGY

Chordoma merupakan tumor yang relatif jarang. Dari keseluruhan malignan tumor, hanya sekitar 4,14% angka kejadiannya.

Dari jumlah tersebut perbandingan antara pria dan wanita 2:1

Chordoma lebih sering terjadi pada dekade 5-7, jarang terdapat pada pasien dengan usia dibawah 30 tahun. Usia termuda yang pernah ditemukan dengan sacral chordoma adalah 20 tahun, sedangkan pada sphenooccipital pernah ditemukan pada usia dekade I.

Lokasi yang sering terkena pada chordoma adalah daerah sacrum, namun sering juga melibatkan lebih dari satu lokasi.


ETIOLOGI

Chordoma berasal dari sisa primitive notochord sepanjang axial skeleton.

Selama dalam perkembangan notochord dikelilingi oleh columna vertebralis. Pada orang dewasa sisa dari notochord muncul sebagai nucleus pulposus dari discus intervertebralis. Sisa dari notochord sering timbul pada daerah sacrococcygeal tapi dapat juga ditemui pada daerah sepanjang axis dari tulang belakang. Distribusi dari tumor sesuai dengan distribusi dari sisa dari notochordal.


PATOFISIOLOGY

Cordhoma merupakan tumor yang mempunyai karakteristik sebagai tumor yang pertumbuhannya lambat dengan destruksi lokal dari tulang dan dapat berextensi ke softissue sekitarnya. Tumor ini dapat bermetastase namun angka kejadiannya sangat jarang. Tumor ini biasanya memiliki perjalanan yang lambat dengan tingkat rekurensi lokal yang tinggi dan dapat menimbulkan kematian.


GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis dari tumor ini bergantung dari lokasinya dan waktu mulai munculnya tumor. Gejala ini bisa timbul mulai dari beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah muncul pertama kali.

Pada chordoma di daerah sacrum, ganbaran klinis yang sering muncul adalah nyeri punggung dan/ atau extremitas bawah. Pada sebagian pasien dengan chordoma dapat terjadi gangguan bowel dan dapat terjadi inkontinensia urin. Pada sebagian pasien juga kadang-kadang dapat teraba massa pada palpasi dan pemeriksaan rectal toucher.

Pada chordoma didaerah spheno-occipital gejala yang sering muncul adalah diplopia dan sakit kepala. Gejala gangguan neurologis juga terjadi pada lebih dari 50% pasien. Kelumpuhan yang sering terjadi pada nervus cranialis VI,cabang sensorik dari nervus V dan cabang sensorik dari nervus III.

Pada pasien dengan chordoma yang berlokasi di sepanjang axis tulang belakang bagian bawah dapat menunjukkan gejala berupa rasa nyeri,kelemahan extremitas bawah.

Pasien dengan lokasi tumor di cervical bisa menimbulkan gejala dysphagia dan kadang-kadang perdarahan pharyng.

Waktu mulai timbulnya gejala sampai pasien didiagnosa sebagai chordoma biasanya rata-rata 10 bulan.


RADIOLOGI

Gambaran radiologis pada chordoma bergantung pada lokasi yang terkena. Pada chordoma yang mengenai sacrococigeal gambaran pada plain x-ray menunjukkan keterlibatan tulang dan jaringan lunak sekitarnya. Daerah yang terjadi destruksi dimulai dari garis tengah dan bersifat irreguler. Massa pada soft tissue biasanya di daerah anterior.

Peningkatan densitas dapat terlihat pada sebagian kasus dan dapat menunjukkan gambaran calcifikasi. Pada daerah sacrum gambaran tumor sering tidak terlihat karena adanya bayangan dari bowel gas. Dan hal ini sering menimbulkan keterlambatan dalam diagnosa. Posisi lateral lebih baik untuk melihat gambaran lesi.


CT-SCAN dan MRI

Dengan pemeriksaan CT-Scan atau MRI dapat mengevaluasi adanya extensi tumor ke softissue. Evaluasi dari entensi atau kemungkinan infiltrasi dari chordoma sangat penting,karena dengan mengetahui adanya extensi atau infiltrasi dapat dilakukan perencanaan yang optimal pada pembedahan.

LABORATORIUM

Tidak ada gambaran laboratorium yang spesifik untuk mengevaluasi chordoma.


GROSS PATHOLOGIC

Chordoma bersifat lunak,berlobus, grayish tumor. Biasanya memiliki kapsul kecuali pada daerah yang menginvasi tulang.

Chordoma di sacrum selalu memeiliki presacral extensi dan biasanya di selimuti oleh periosteum.

Lesi biasanya bisa mengextensi ke spinal canal.

Pada spheno occipital chordoma hampir selalu mengalami extensi ke dalam cranial cavity dan mengenai struktur dari otak.

Kadang-kadang chordoma berisi focal calcification atau ossification. Dapat bersifat keras dan ada yang bersifat semiliquid.


HISTOPATOLOGIC

Secara microscopic, chordoma berisi cells uniform dengan nucleus yang eccentric oval atau bulat dan cromatin yang tebal.

Mempunyai vacuole yang besarnya bervariasi pada sel citoplasma. Beberapa tumor memiliki sel yang bersifat solid atau cytoplasma eosinophilic.

Bentuk pertumbuhan pada gambaran histologic dapat bervariasi,dapat lobular,dapat berkelompok. Diantara sel atau clusters terdapat matrix mucinous basophilic.


MANAGEMEN

Surgery

Lokal rekurensi merupakan hal yang paling penting untuk memprediksi tingkat mortalitas pasien dengan chordoma. Lokal rekurensi berhubungan dengan reseksi yang pertamakali dilakukan.

Kaiser,dan kawan-kawan melaporkan tingkat rekurensi pada pasien yang dilakukan komplit en bloc reseksi tanpa konyaminasi dari luka operasi adalah 28%.

Pada penelitian lainnya disebutkan angka rekurensi mencapai 64%.

Ada beberapa tehnik operatif pada kasus chordoma.

Tehnik sacrectomy dipopularkan oleh Stener dan Guntenberg. Total sacrectomy pada chordoma melibatkan S1 hanya dilakukan pada beberapa kondisi. Tehnik ini melibatkan beberapa disiplin ilmu seperti bedah digestif, oncology, dan bedah plastik. Tehnik ini menggunakan trans pelvic vertical rectus abdominis myocutaneus flap untuk reconstruksi.


RADIASI

Radiotherapy digunakan untuk mengurangi tingkat rekurensi dari chordoma. Penggunaan radiotherapy secara tunggal untuk terapi chordoma masih merupakan perdebatan. Dosis yang digunakan pada radiotherapy adalah 50 Gy.


PROGNOSIS

5 years survival rate diperkirakan 51% dari keseluruhan kasus. 10 years survival rate sekitar 35%. Ada beberapa factor yang mempengaruhi prognosis dari pasien yaitu: usia,complete resection, dan pemberian radiasi pada pasien dengan incomplete resection.


COMPLICATION

Komplikasi sering terjadi pada pasien yang dilakukan radical resection.

Gangguan pada bowel dan bladder merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.

Komplikasi lain dapat terjadi perdarahan, fat emboli, infeksi bahkan dapat menimbulkan kematian pada chordoma yang menginfiltrasi ke otak.

Skoliosis

SKOLIOSIS


Apakah Skoliosis Itu?

Tulang belakang manusia memiliki lekukan yang alami. Lekukan ini membujur melalui bahu dan melekuk sedikit ke dalam di bagian punggung bawah. Tetapi pada beberapa orang, tulang belakang tersebut melekuk sedikit ke samping. Tidak seperti postur badan yang buruk, lekukan itu tidak bisa diperbaiki dengan belajar berdiri tegak.

Kondisi ini disebut skoliosis. Pada foto rontgen tulang belakang penderita skoliosis terlihat berbentuk seperti huruf S atau C dan tidak membujur lurus. Beberapa ruas tulang belakangnya sedikit terputar sehingga pinggang atau bahu penderita terlihat tidak lurus.

Siapa Saja Yang Dapat Terkena Skoliosis?

Diperkirakan dua persen dari populasi manusia menderita skoliosis. Namun, kelainan ini merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga. Apabila dalam sebuah keluarga terdapat penderita skoliosis, maka kemungkinan anggota lain menderita kelainan yang sama adalah cukup tinggi – sekitar dua puluh persen. Jika seseorang dalam keluarga Anda menderita skoliosis, maka tidak ada salahnya Anda memeriksakan diri.

  • Anak-anak – Mayoritas skoliosis adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya belum diketahui. Kelainan ini biasanya berkembang pada pertengahan atau akhir masa kanak-kanak, sebelum pubertas, dan lebih banyak terjadi pada anak perempuan dibandingkan laki-laki. Walaupun skoliosis dapat terjadi pada anak-anak dengan cerebral palsi, distrofi otot, spina bifida, dan kondisi lainnya, kebanyakan kasus skoliosis jarang ditemukan pada dewasa muda yang sehat.
  • Dewasa – Skoliosis biasanya terjadi selama masa kanak-kanak, tetapi dapat juga terjadi pada orang dewasa. Skoliosis yang terjadi pada orang dewasa artinya kondisi progresif yang sebenarnya dimulai di masa kanak-kanak dan tidak terdiagnosa ataupun terobati ketika seseorang masih dalam pertumbuhan. Tidak adanya pengobatan dapat memperparah kondisi tulang belakang yang pada awalnya merupakan kelainan ringan atau menengah.

Singkatnya, skoliosis pada orang dewasa dapat disebabkan oleh perubahan tulang belakang secara degeneratif. Kelainan tulang belakang lainnya seperti kifosis atau punggung yang membungkuk biasanya disebabkan oleh masalah umum osteoporosis (keropos tulang) yang terjadi pada lansia. Semakin meningkatnya populasi lansia di Indonesia, maka kasus skoliosis dan kifosis semakin meningkat.

Bila tidak tertangani, pada beberapa kasus yang parah skoliosis dapat menimbulkan sakit kronis, perubahan bentuk tulang belakang, dan kesulitan bernapas.

Perlunya Deteksi Dini – Tip Untuk Orang Tua

Skoliosis tidak dapat dicegah. Tetapi deteksi dini dan perawatan yang tepat di masa pertumbuhan anak adalah jalan terbaik untuk menghindari masalah yang dapat memburuk di masa depan.

Skoliosis idiopathik dapat tidak terdeteksi pada anak-anak karena jarang menimbulkan rasa sakit di masa awal pembentukannya. Karena itu orang tua sebaiknya memperhatikan petunjuk yang menggambarkan gejala-gejala awal penderita skoliosis ketika anak mereka berusia sekitar delapan tahun:

  • Bahu miring atau tidak lurus
  • Bentuk terlihat bahu mencolok
  • Pinggang bengkok atau tidak lurus
  • Pinggul terlihat naik
  • Badan mengarah pada satu sisi dan bukannya lurus ke depan

Apabila Anda melihat tanda-tanda tersebut, sebaiknya berkonsultasi kepada dokter keluarga, dokter anak atau dokter orthopaedi.

Beberapa sekolah bahkan mensponsori pendeteksian dini skoliosis. Walaupun hanya dokter yang dapat mendiagnosa skoliosis secara akurat, skrining di sekolah dapat membantu orang tua lebih waspada akan gejala-gejala awal skoliosis pada anak mereka.

Pengobatan

Dalam merencanakan pengobatan, seorang ortopedis mempertimbangkan berbagai macam faktor dengan hati-hati, termasuk riwayat skoliosis dalam keluarga, pada umur berapa kelainan ini mulai terjadi, lokasi lekukan dan tingkat keparahan lekukannya

Kebanyakan lekukan tukang belakang pada anak dengan skoliosis akan tetap ringan dan hanya perlu dipantau oleh seorang ortopedi untuk perkembangannya. Bila lekukannya menjadi lebih parah, maka bingkai penunjang ortopedik dapat digunakan untuk mencegah bentuk tulang belakang memburuk. Anak-anak yang menjalani perawatan dengan bingkai penunjang ortopedik masih dapat melakukan aktivitas fisik dan sosial.

Perangsangan otot secara elektrik, program latihan dan manipulasi selama ini bukan merupakan terapi yang efektif bagi penderita skoliosis.

Jika lekukan skoliotik sudah parah saat terdeteksi, atau bila perawatan dengan bingkai penunjang tidak dapat mengontrol lekukan tulang belakang, maka diperlukan tindakan operasi. Dalam kasus-kasus seperti itu, selama ini operasi diketahui merupakan tindakan yang sangat efektif dan aman.

Ringkasan

Skoliosis adalah masalah umum yang biasanya hanya memerlukan pengamatan dan pemeriksaan berulang di masa pertumbuhan. Deteksi dini merupakan hal penting untuk memastikan lekukan pada tulang belakang tidak mertambah parah. Pada sedikit kasus yang memerlukan tindakan medis, kemajuan teknik ortopedi modern telah menjadikan kelainan ini suatu kondisi dapat dikendalikan. Ortopedis, spesialis mengenai penyakit pada otot dan tulang, adalah dokter yang memiliki pengetahuan dan kualifikasi untuk mendiagnosa, memonitor dan mengobati kondisi tersebut.

Ortopedis Anda adalah dokter medis yang berpengalaman melalui pelatihan ekstensif dalam diagnosa dan perawatan operasi dan nonoperasi sistem muskuloskeletal, termasuk tulang, sendi, ligamen, tendon, otot, dan syaraf.

Jumat, 23 Januari 2009

Angkylosing Spondilitis

Ankylosing Spondylitis.

Sub Bagian Spine

Bagian/ SMF Bedah Orthopaedi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Pendahuluan.

Pada abad ke 2 Hippocrates mengenal Ankylosing spondylitis (AS) berasal dari rheumatoid arthritis. Realdo Colombo tahun 1559 pertama kali mendeskripsikan AS pada literature dan terjadinya perubahan pada tulang skeletal dikemukakan oleh Bernard Connor pada tahun 1691. Benyamin Brodie pada tahun1818 menemukan adanya hubungan iritis dengan AS.Tahun 1973 ditemukan hubungan antara AS dengan gen HLA B-27.Istilah (AS) adalah berasal dari bahasa yunani dimana ankylos berarti kekakuan dari sendi, dan spondylos berarti vertebra. AS adalah suatu penyakit tersendiri yang di karakteristik oleh inflamasi dari multiple artikularis dan para artikular struktur, sering sebagai suatu ankylos tulang.

Spondylitis menunjukan suatu proses inflamasi pada satu atau lebih vertebra. AS biasanya di klasifikasikan sebagai bentuk kronis dan progresif dari seronegatif arthritis. Predileksi dari AS ini adalah pada aksial skeletal, terutama mengenai sendi sakroiliak dan pada sendi facet pada spinal dan jaringan lunak paravertebra.

Manifestasi ekstraspinal dari penyakit ini mencakup perifer arthritis, iritis, pulmonary fibrosis, dan sistemik.

Definisi.

Ankylosing spondylitis (AS) adalah suatu penyakit kronis, dimana terjadi gangguan inflamasi multi system pada sendi sakroiliak dan aksial skeletal yang di karakteristik dengan seronegatif spondyloarthropathy. Penyakit ini sering ditemukan bersama-sama dengan gangguan seronegatif spondyloarthropathy yaitu reaktif arthritis, psoriasis, juvenile kronik arthtritis, colitis ulcerative dan chronn disease.

Etiologi.

Etiologi dari AS adalah tidak diketahui dengan pasti. Genetik sangat mempengaruhi timbulnya penyakit ini. Hubungan langsung antara AS dan mayorhistokompabiliti Human Leukosit Antigen (HLA) B-27 adalah menentukan.

Adanya anamnesa mengenai keluarga yang menderita penyakit yang sama.

Kira-kira 90 – 95 % penderita AS mempunyai antigen jaringan HLA B-27, dibandingkan dengan 7 % dari populasi seluruhnya.

Pengaruh yang pasti dari HLA B-27 dalam mempresipitasi terjadinya AS tetap tidak diketahui, bagaimanapun ini dipercaya bahwa kejadiannya menyerupai atau bertindak sebagai reseptor untuk memacu antigen seperti bakteri.

Genetik.

95 % orang Eropa (putih) yang menderita AS mempunyai gen B-27. Kejadian AS di seluruh dunia hampir selalu diikuti dengan gen B-27. Sebagai contoh gen B-27 tidak terdapat pada suku Aborigin di Australia dan mereka tidak menderita AS. Prevalensi yang tertinggi dari AS dan B-27 terdapat pada penduduk asli Amerika (Indian). Frekwensi yang tinggi dari gen B-27 dengan fakta bahwa gen ini memberikan imunitas terhadap virus, sebagai contoh banyak orang Indian Amerika yang membawa gen B-27 dapat terbebas dari menderita Small pox dan virus lainnya. Sampai saat ini dikenal 23 tipe dari gen B-27, beberapa tipe melindungi terhadap AS dan beberapa tipe yang menyebabkan AS. Kurang dari 10% dari seluruh populasi dengan gen B-27 berkembang menjadi AS dan dipercayai juga bahwa gen lain dapat menyebabkan AS. Beberapa grup didunia ini dapat berkembang AS tampa gen B-27, contohnya di Libanon dan Kuwait penderita AS hanya 26% saja yang gen B-27 positif, di Zimbabwe 13 penderita AS positif B-27, di Gambia penderita AS sangatlah jarang. Dari sinilah terlihat gen lain juga berperan dalam menyebabkan AS. Gen B-27 bukan hanya satu-satunya gen yang menyebabkan AS, dalam hal ini bekerja kombinasi dengan gen lain untuk menentukan penyakit.

Sistem Imun

Sel-Sel Imun

Sistem imun berperan dalam perlindungan tubuh terhadap adanya infeksi. Sistem ini terbentuk dari jutaan klon limfosit, yaitu sekitar 2 x 1012. Sel-sel limfosit pada setiap klon memiliki reseptor permukaan yang unik yang memungkinkan berikatan dengan determinan antigen yang mempunyai susunan sangat spesifik, setingkat atom dalam susunan molekul. Ada dua kelompok limfosit, sel B, yang dihasilkan oleh sumsum tulang dan menghasilkan antibodi, serta sel T, yang dihasilkan oleh kelenjar timus, dan membentuk respon imun seluler.


Respon Imun Seluler

Respon imun seluler menghasilkan sel-sel khusus yang akan bereaksi dengan antigen asing yang terdapat pada permukaan sel tubuh lainnya. Sel tersebut, sebagai contoh, akan membunuh sel tubuh yang terinfeksi virus yang memiliki antigen virus di permukaan selnya, sehingga sel tersebut akan dimusnahkan sebelum virus bereplikasi. Pada contoh lain, sel imun tersebut menghasilkan sinyal-sinyal kimia yang akan mengaktifkan makrofag untuk membunuh mikroorganisma.

Reseptor Sel T dan Sub Kelasnya

Terdapat sedikitnya dua sub kelas yang berbeda pada sel T, yaitu Cytotoxic T cell dan Helper T cell. Cytotoxic T cell dengan segera membunuh sel yang terinfeksi, terutama oleh virus. Helper T cell membantu aktivasi sel B untuk membentuk antibodi dan makrofag untuk menelan dan merusak mikroorganisma. Kedua jenis sel T membentuk reseptor, yang strukturnya serupa dengan antibodi, pada permukaan selnya.

Molekul MHC dan Penyajian Antigen pada Sel T

Reseptor tersebut di atas dapat mengenali fragmen-fragmen protein asing yang dimunculkan pada permukaan sel tubuh oleh molekul MHC. Kedua sel T tersebut dapat mengenali antigen dalam bentuk fragmen peptida yang dibentuk melalui degradasi antigen protein asing di dalam sel target, dan keduanya, bergantung pada kemampuan molekul MHC ini-suatu protein khusus-dalam kemampuannya mengikat fragmen protein asing, membawanya ke permukaan sel, dan menyajikannya kepada sel T.

Protein-protein MHC ini dihasilkan oleh kelompok gen-gen yang dikenal dengan istilah major histocompatibility complex (MHC). Pada manusia MHC disebut juga antigen HLA (human-leucocyte-associated antigens), karena pertama kali didemonstrasikan pada lekosit.

Kelas Molekul MHC

Molekul MHC, yang terdiri dari kelas I dan kelas II, mempunyai peran yang sangat penting dalam menyajikan antigen protein asing kepada Cytotoxic T cell dan Helper T cell. Molekul MHC kelas I dihasilkan oleh hampir seluruh sel tubuh manusia, molekul MHC kelas II hanya dihasilkan oleh beberapa sel saja yang dapat berinteraksi dengan Helper T cell, yaitu limfosit B dan makrofag.

Frekwensi.

Di Amerika Serikat frekwensi dari AS diperkirakan 0,1 – 0,2 % dalam populasi umum.

Di Internasional frekwensinya hampir sama dengan frekwensi di Amerika Serikat.

Insidensi.

Onset dari penyakit ini dalam usia 10 tahun dan jarang sesudah umur 30 tahun. Tetapi pada bentuk yang juvenile dapat timbul pada usia sebelum 10 tahun dan bersama-sama dengan pauciartikular arthritis.

Mortalitas dan Morbiditas.

Nyeri kronis dan kekakuan adalah keluhan paling umum pada penderita dengan AS. Lebih dari 70 % penderita dilaporkan nyeri sepanjang hari dan kekauan sendi. Keluhan lain yaitu fatique, terjadi kira-kira 65 % dari penderita. Banyak dilaporkan dengan fatique bersama-sama dengan meningkatnya nyeri, kekakuan dan penurunan kapasitas fungsional. Masalah mobilitas terjadi pada AS kira-kira 47 % penderita ,ketidak mampuan ini berhubungan dengan lamanya penyakit, arthritis perifer, gangguan pada cervical spine, timbulnya gejala pada umur muda. Banyak penderita dapat bekerja setelah onset dari gejalanya.

Problem emosi dihubungkan dengan penyakit ini kira-kira 20 % penderita, kejadian depresi umumnya pada wanita.

Peningkatan rata-rata dari mortalitas di hubungkan dengan AS adalah jarang. Kematian secara umum dapat disebabkan penyakit yang sudah berjalan lama dengan manifestasi ekstra artikular seperti blok jantung, atau penyakit yang menyertai seperti inflammatory bowel disease.

Ras.

Prevalensi AS rendah pada kulit hitam dan tinggi pada kulit merah atau Indian.

Sex.

AS primer mengenai pada pria muda,.

Rasio pria : wanita adalah 4-10 : 1.

Prevalensi pada wanita lebih tinggi daripada yang dilaporkan ,dan penyakit bisa tidak diketahui karena sulit didiagnosa pada wanita.

Umur.

Mengenai pria muda, puncak umur dari onset penyakit 15-35 tahun, dengan umur rata-rata 26 tahun. Dalam kira-kira 15-20 % penderita penyakit ini mulai pada dekade ke 2 kehidupan. 10 % onset terjadi pada penderita dengan umur lebih dari 39 tahun.

Jika keluhan berkembang pada individu dibawah umur 16 tahun dinamakan juvenile onset spondylitis. Dari hip dan sendi perifer terkena lebih sering dan lebih berat dibandingkan dewasa.

Anatomi.

Tempat klasik pertama pada AS pada SI join diikuti thorakolumbal dan lumbosakral.

Semakin progresif bagian tengah lumbal, upper thorakal dan servikal akan terpengaruh.

Meskipun karakteristik pola penyakit kearah atas dari spine ,tetapi hal ini tidak selalu ditemukan.

Secara umum tipe atypical lebih sering terjadi pada wanita meskipun penyakit spinal tanpa melibatkan SI join tidak lazim pada ke dua jenis kelamin.

Patofisiologi.

Dasar lesi patologi dari AS terjadi pada tempat enthesis, dimana merupakan tempat melekatnya ligament ketulang, tendo dan kapsul joint. Enthesopathy merupakan hasil dari inflamasi, dan kemudian terjadi perubahan kalsifikasi dan osifikasi pada dan sekitar enthesis. Inflamasi terjadi dengan infiltrasi sel dari lymphosit, plasma sel dan polymorphonuklear lekosit bersama-sama dengan erosi dan eburnasi dari tulang sub ligament. Proses biasanya mulai pada sakroiliak joint. Tempat Enthesopathy lainnya ialah krista iliaka, tuberositas iskial, greater trokhanter, patela dan kalkaneal. Dalam jaringan lunak para vertebra lesi bermanifestasi sebagai pembentukan tulang baru dalam lapisan luar dari anulus fibrosis intervertebra disk, daerah pinggir dari disk di invasi oleh jaringan granulosa hiperemis yang muncul dari tulang sub kondral, jaringan inilah yang menggantikan disk fiber dengan tulang baru. Dalam synovial joint, terlihat khronis proliferatif synovitis yang tidak dapat dibedakan dari rhematoid arthritis. Bagaimanapun, tulang subkondral dan kartilago sudah terinvasi dengan jaringan reaktif yang berasal dari tulang yang mana hal ini tidak ditemukan pada rhematoid arthritis. Fibrosis kapsul dan ankylos tulang cenderung terjadi. Penbetukan jembatan tulang antara vertebra yang bersebelahan ( syndesmophyt ) dan progresiv osifikasi dari kapsul joint ekstra spinal dan ligament adalah karakteristik dari penyakit ini.Tidak seperti rhematoid arthritis, panuus tidak terjadi.

Klinis.

Anamnesa. Gejala tersering adalah low back pain biasanya pada pertengahan sacrum menjalar keinguinal, pantat dan turun kekaki. Penderita juga mengeluhkan kekakuan sendi pada pagi hari.

Makin progresif penyakit akan mempengaruhi rongga dada dimana ekspansi dari dada menjadi terbatas dengan terlibatnya sendi costovertebra. Ankylosing pada servikal terjadi belakangan, dan akhirnya terjadinya tulang belakang yang kaku dan hilangnya lengkungan dan pergerakan.

Kunci dari anamnesa yang menunjukan AS adalah :

- Onset LBP insidius.

- Onset dari simptom terjadi lebih muda dari 40 tahun.

- Adanya symptom lebih dari 3 bulan.

- Simptom menjadi buruk pada pagi hari atau bila tidak melakukan aktivitas.

- Perbaikan symptom bila melakukan latihan.

Pemeriksaan fisik. Hilangnya fleksi lateral dari vertebra lumbal.

Kondisi kronik pada spine dapat menurunkan ROM dan terjadi fusi pada bodi vertebra, terkenanya servikal dan upper thorakal dapat menyebabkan fusi pada leher dan menyebabkan posisi fleksi sehingga penderita terbatas pergerakan lehernya dan tidak dapat melihat lurus kedepan.

Fokus dari pemeriksaan fisik adalah pada waktu aktif ROM dan Pasif ROM pada aksial dan sendi perifer. Nyeri pada SI join adalah umum, enthesis perifer sering diidentifikasi dengan nyeri dan bengkak pada tendon dan insersi ligamen.

Manifestasi ekstraartikular diperiksa dengan pemeriksaan spesifik ( misal: ophtalmologi, kardio, dan GIT). Akut anterior uveitis terjadi pada 20-30 % dari penderita dengan AS,gejalanya unilateral dan terdiri dari nyeri,kemerahan, photophobia, peningkatan lakrimasi dan pandangan kabur. Penyakit kardiovaskular terjadi kira-kira 10 % penderita AS,terdiri dari aortitis dan fibrosis. Inflamatory bowel disease sering terjadi pada penderita AS. Test khusus dapat dilakukan seperti touching toe, schober test dan pengukuran ekspansi dada, wall test.

Laboratorium.

Diagnosa dariAS tidak tergantung pada data laboratorium.

Peningkatan LED dan CRP ditemukan kira-kira 75 %, dan ini di gunakan sebagai aktivitas dari penyakit dan respon terhadap pengobatan.

Leukositosis ringan, anemia normositik normokrom, peningkatan gama globulin, RF negative dapat ditemukan pada AS.

HLA B-27 ditemukan pada 95 % penderita AS.

Imaging.

Radiografi. Pda proses inflamasi terjadi perubahan pada SI joint dan spine. Sakroiliitis bilateral terjadi erosi tulang dan sklerosing dari joint. Fibrosis, osifikasi, terjadi jembatan syndesmophyte.

MRI. Dilakukannya MRI pada penderita bila berkembang menjadi bowel dan blader disfungsi untuk menilai terjadinya secondary syndrome spinal stenosis.

Kriteria diagnostik.

Kriteria spesifik untuk mendiagnosa AS dikembangkan pada konfrensi rematik disease di Rome dan New York dan dihasilkanlah kriteria Rome (1963) dan kriteria New York (1968). Walaupun keseluruhan kriteria dapat di pergunakan, tetapi keterbatasan dalam pengenalan dan overlapping antara klinik dan radiologi dari variasi seronegatif spondyloarthropathy dapat mempengaruhi diagnosa.

Kriteria Rome (1963) : AS didiagnosa jika terjadi bilateral sakroiliitis bersama dengan sekurang-kurangnya salah satu kriteria berikut :

- Low back pain dan stiffness lebih dari 3 bulan.

- Nyeri dan stiffness pada daerah thoraks.

- Terbatasnya gerakan pada daerah lumbal.

- Anamnesa adanya bukti dari iritis atau sequelenya.

Kriteria New York (1968) : AS didiagnosa bila terjadi grade 3-4 bilateral sakroiliitis bersama dengan sekurangnya 1 dari kriteria klinik atau jika grade 3-4 unilateral atau grade 2 bilateral sakroiliitis bersama dengan 1 kriteria klinik atau dengan kriteria klinik 2 dan 3. Mungkin suatu AS jika grade 3-4 bilateral sakroiliitis tanpa satu kriteria dibawah.

1. Keterbatasan pergerakan dari lumbal spine dalam fleksi anterior, fleksi lateral, dan ekstensi.

2. Riwayat nyeri atau adanya nyeri pada hubungan thorakolumbal atau dalam lumbal spine.

3 Keterbatasan dari ekspansi dada 1 inchi atau kurang.

Terapi.

Obat.

Tidak ada treamen definitive yang unggul untuk penderita AS, diagnosa dini dan pengetahuan penderita ttg penyakitnya adalah penting.

NSAID digunakan pada umumnya untuk menghilangkan nyeri dan menurunkan proses inflamasi.Laporan mengenai penggunaan aspirin terbatas.steroid oral tidak digunakan pada pengobatan jangka panjang. Sulfalazine dilaporkan efektif pada beberapa penderita dengan gangguan perifer,dan juga digunakan pada inflammatory bowel disease.

Setelah penderita teridentifikasi manifestasi ekstra artikular, diberikan pengobatan yang benar atau merujuk ke spesialis yang berkompeten.

Operatif.

Tidak ada terapi operatif yang paling unggul. Penderita dengan fusi pada daerah servikal atau upper thorakal dapat mengalami gangguan pada posisi untuk memandang, makan, kekacauan posisi badan. Pada penderita ini dapat dilakukan ekstensi osteotomi pada servikal spine. Prosedur ini sulit, bagaimanapun bila berhasil dilakukan dapat memberikan pergerakan mendekati semula. Penderita yang berkembang menjadi disfungsi bowel dan blader harus segera dievaluasi dengan MRI untuk menilai kemungkinan terjadinya cauda equine syndrome secondary yang menyebabkan spinal stenosis. Adanya cauda equine syndrome memerlukan tindakan operatif emergensi dalam 48 jam untuk mencegah hilangnya fungsi permanen. Penderita dengan fusi dari spine yang mengalami perubahan dalam posisi harus menjadi perhatian dan dipertimbangkan untuk terjadinya fraktur,tindakan operatif dan stabilisasi mungkin diperlukan untuk mencegah defisit neurologi. Penderita dengan gangguan disendi panggul mungkin diperlukan total hip arthroplasty. Setelah operasi,heterotropik bone formation dapat dikurangi dengan menggunakan indometasin atau radio terapi.

Aktivitas.

Program latihan yang benar adalah penting sebagai komponen pengobatan AS. Merujuk ke ahli fisioterapi atau rehabilitasi diperlukan untuk membantu penderita melakukan program latihan yang benar.

Daftar Pustaka.

1. Louis Solomon ; Apleys System of Orthopedics and Fractures ; edisi 8 ; Oxford University Press Inc ; hal 58-61 tahun 2001.

2. Robert Bruce Salter ; Textbook of Disorder and Injuries of the Musculoskeletal system ; edisi 3 ; William and Wilkin ; hal 242-245 tahun 1999.

3. Jeffrey M Spivak et all ; Orthopaedics A Study Guide ; Edisi internasional ; Mc Graw-hill ; hal 365-367 tahun 1999.

4. Esses I. Stephen ; Textbook of Spinal Disorder ; J.B. Lippincott Company Philadelphia ; hal 248-252 tahun 1995.

5. Humpreys Craigs ; Ankylosing Spondylitis ; Journal Emedicine ; 26 February tahun 2002.

6. Wilfred C G ; Ankylosing Spondylitis ; Journal Emedicine ; 27 maret 2002.